Salah satu tagline, yang kita baca dalam penyelenggaraan haji
tahun 2024 adalah “Tugasku Ibadahku”. Sebuah harapan agar para petugas,
mempunyai semangat, komitmen, dan dedikasi dalam menjalankan tugas.
Setidaknya para petugas yang kerap kita sebut PPIH, telah
memerankan diri sebagai pelayan tamu Allah (dluyuufur Rahmaan) di Arab Saudi
dengan sangat baik. Mereka terbagi dalam pelbagai tugas pelayanan yang tidak
ringan, yang meliputi layanan, akomodasi, konsumsi, transportasi, bimbingan
ibadah dan pengawasan KBIHU, SISKOHAT, kedatangan dan keberangkatan, Media
Center Haji, Petugas PKPPJH, pelindungan jemaah, pengawasan ibadah haji khusus,
layanan jemaah lanjut usia dan penyandang disabilitas, kesekretariatan, dan
layanan kesehatan.
Sejauh pengamatan kami sebagai Tim Pemantau Haji, Inspektorat
Jenderal Kementerian Agama, para petugas telah berperan layaknya para sahabat
Anshar di masa Nabi. Banyak cerita heroik ketika Nabi dan para sahabatnya
hijrah dari Makkah ke Madinah. Para sahabat yang menyertai Nabi hijrah disebut
Muhajirin dan yang menyambut, memberikan pertolongan dengan tulus disebut
sebagai Anshor.
Tidak heran jika ada orang yang beranggapan miring, bahkan
menuduh hal-hal yang tidak pantas dilakukan para petugas, dengan serta merta
akan dibela. Termasuk pembelaan petinggi MUI KH. Anwar Abbas kepada para
petugas, yang dipandang miring ketika belanja di pusat perbelanjaan. Publik di
media sosial pun bereaksi, untuk ikut memberikan dukungan, membela kepada para
Petugas Haji.
Tulisan ini tidak akan difokuskan kepada para petugas haji.
Tetapi dalam persepektif lain, bahwa siapapun yang hadir di Haramain ini, dalam
penyelenggaraan haji, merasa tergerak hatinya untuk melayani jamaah. Tumbuh
kesadaran kolektif (conscience collective) untuk membantu, para jemaah dan
kelancaran pelaksanaan ibadah yang menjadi rukun Islam ke-5 ini.
Potret Ibadah Haji
Janji kita yang berulang kepada Yang Maha Rahman, setidaknya
menjadi pemantik, agar kita mampu memerankan diri sebagai hamba ('abdun) dan
sekaligus khalifatullah fil ard. "Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,
hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S Al An'am:162).
Pun dalam konteks ibadah haji. Semuanya dipertaruhkan hanya untuk
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bukan untuk memenuhi hasrat kemanusiaan
belaka dan hal-hal yang sifatnya bendawi. Hal itu telah ditauladankan oleh
keluarga terbaik pilihan Tuhan, Ayahanda Ibrahim as, Putranya Ismail as dan
Ibunda Siti Hajar 'alaihas salam.
Best practicies keluarga pilihan tersebut, menjadi semacam napak
tilas religius, dalam ibadah haji. Ada tangis, haru, perasaan penyesalan,
bersalah, berdosa, bercampur baur dalam karnaval panjang umat manusia se dunia,
yang berkumpul di Arafah, Muzdalifah, Mina dan tentu seputar Baitullah dan
arena sa'i.
Fisik kita benar-benar terforsir, tetapi tidak sebanding dengan
apa yang dilakukan oleh Ibrahim, Sang Bapak Monotheisme, beserta keluarganya.
Ujian yang tidak sembarang, ujian untuk mengorbankan putranya Ismail.
Sang Ibu Siti Hajar juga susah payah mencari air di tengah gurun
sahara. Walau kemudian Tuhan memberikan rahmat dengan jejakan kaki Ismail yang
mengeluarkan sumber mata air yang kini kita kenal dengan air zam zam, yang
tidak habis diminum oleh jutaan orang dalam waktu yang hampir bersamaan dan
dinikmati oleh orang sejagad.
Orang yang menunaikan ibadah haji (jemaah), menyandarkan
ibadahnya hanya untuk Allah (lillah). Menabung sekian lama dari hasil jerih
payahnya mencari nafkah setiap hari. Menunggu untuk waktunya yang tidak sedikit
dan menata niat, menyiapkan fisik dan mental, agar hajinya nanti digolongkan
sebagai haji yang mabrur.
Jemaah haji 2024 diklaim sebagai jemaah terbesar sepanjang
sejarah Indonesia, yang mencapai 241.000 orang. Pemerintah Arab Saudi, telah
menetapkan kuota haji 1445 H/2024 M untuk jemaah haji Indonesia sebesar 221.000
jemaah, terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler, dan 17.680 jemaah haji
khusus. Selain itu, Indonesia juga mendapat kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah.
Beruntung sekali Pemerintah melalui Kementerian Agama,
mengeluarkan kebijakan dalam dua tahun musim haji, dengan Haji Ramah Lansia.
Kebijakan yang brillian dan afirmatif, dapat membantu orang-orang yang lanjut
usia, berkebutuhan khusus dan ressisten untuk berhaji.
Penyelenggaraan haji yang telah didesain sangat apik oleh
Kementerian Agama, telah diimbangi dengan peningkatan layanan. Akomodasi,
konsumsi, transportasi, Kesehatan dan layanan ibadah. Pun dalam hal Petugas
Haji, dari mulai seleksi petugas dengan sangat kompetitif dan pelatihan
peningkatan kapasitas, agar mereka siap bertugas di negeri orang dengan baik.
Kesuksesan Penyelenggaraan Haji 2024 tidak bisa dilepaskan dari
ikhtiar adaptasi dan inovasi, yang dilakukan Sang Menteri, Yaqut Cholil Qaumas.
Di antaranya soal fastrack saat di bandara, kebijakan istitha’ah kesehatan, dan
terbaru adalah murur untuk menanggulangi kepadatan jamaah di Muzdalifah.
Kesadaran Kolektif
Pekerjaan besar yang bernilai ibadah seperti haji di Tanah Suci,
telah melahirkan apa yang disebut oleh Sosiolog Prancis, Émile Durkheim dalam
bukunya The Division of Labor in Society (1893) sebagai fenomena kesadaran
kolektif (conscience collective). Kesadaran kolektif adalah seperangkat
keyakinan, gagasan, dan sikap moral bersama yang beroperasi sebagai kekuatan
pemersatu dalam masyarakat, merujuk pada pada pemahaman bersama tentang
norma-norma sosial.
Kesadaran kolektif sebagai totalitas keyakinan dan perasaan
bersama yang rata-rata dimiliki oleh anggota masyarakat. Kesadaran kolektif
merupakan ekspresi dari solidaritas sosial, yaitu ikatan yang menyatukan
anggota masyarakat. Kesadaran kolektif juga mencerminkan karakteristik dan
nilai-nilai masyarakat tertentu.
Membantu jemaah lansia, resisten dan berkebutuhan khusus tidak
saja menjadi tugas para petugas haji. Tetapi, siapapun yang menyaksikan akan
tergerak hatinya. Kami yang ditugasi sebagai Tim Pemantau, juga ikut peduli
mendorong kursi roda, menaikan jamaah ke bus, mengarahkan jamaah yang tersesat
mencari hotel juga maktab.
Suatu kali di sebuah hotel, kami harus membantu para lansia
perempuan, karena tidak bisa menyalakan shower untuk mandi, menyalakan ac juga
TV. Di tas kami selalu tersimpan beberapa botol minum untuk diberikan kepada
jemaah yang kelelahan. Kami melihat para jemaah seperti nenek serta ibu dan
bapak sendiri.
Ketika di lapangan, perasaan satu keluarga, satu nasib dan tentu
satu bangsa menjadi lapis hati yang muncul. Kesadaran batin yang muncul sebagai
sesama manusia atas dasar cinta kasih dan sayang. Semua jabatan harus
ditanggalkan dan pendekatan tusi yang lekat dengan adminsitratif dikemudiankan
untuk mengedepankan nilai-nilai sebagai keluarga, bangsa, dan kemanusiaan.
Sebagai Tim Pemantau, tentu kita memegang prinsip komprehenshif,
problem solver, akseleratif, dan keterlibatan (imershif). Sehingga, tidak
canggung dalam melakukan tugas pokok pemantauan dan juga hal-hal yang dijumpai
di lapangan. Kita beranggapan penyelenggaraan haji adalah komitmen dan tugas
bersama yang harus dibangun.
Hadirnya kesadaran untuk membantu tidak hanya kami rasakan,
tetapi juga oleh Tim lain seperti dari Tim Monev dari PTKIN, BPK, BP POM, dan
Kementerian/Lembaga terkait seperti dari Kejaksaan Agung, Kementerian
Kesehataan, Kementerian Dalam Negeri, dan lain-lain.
Penyelenggaraan haji adalah tanggungjawab bersama. Kesadaran
kolektif untuk memberikan pelayanan terbaik adalah jariyah di tanah suci, agar
kita menjadi bangsa besar yang bermarwah. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Tidak ada komentar
Posting Komentar