Dalam kajian sirah nabawiyah, dai dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW juga dikenal memiliki sifat humoris. Salah satu hadits diantaranya diceritakan bahwa ada seorang nenek yang bertanya kepada Rasulullah tentang apakah dirinya akan masuk surga. Rasulullah menjawab bahwa nenek tidak akan masuk surga. Sang nenek pun kemudian menangis. Rasulullah lantas mengutus seseorang kepada nenek tersebut untuk memberitahukan bahwa ia akan masuk surga, hanya saja dalam keadaan muda dan gadis. Kelak di surga tidak ada nenek-nenek karena Allah telah merubah mereka semua menjadi gadis-gadis muda dan berstatus bidadari. Dari kisah ini dapat diambil pelajaran penting bahwa Islam memperbolehkan humor.
Nabi telah mencontohkan cara penyampaian pesan dakwah dengan cara yang santai dan menyenangkan. Humor Rasulullah SAWtersebut, selain mengundang senyum juga mengandung kabar gembira. Humor dan cara bercanda Nabi tidak pernah lepas kontrol dan berlebihan dengan melanggar nilai-nilai kesopanan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang bertolak belakang dengan fungsi humor itu sendiri.
diketahui tentang adab humor supaya dalam menyajikan humor tidak melenceng dari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Ada beberapa adab-adab humor:
1. Tidak boleh ada kedustaan di dalam canda tersebut.
2. Tidak boleh ada unsur penghinaan atau pelecehan terhadap agama Islam.
3. Tidak boleh ada unsur ghibah dan peremehan terhadap seseorang, suku atau bangsa tertentu.
4. Tidak boleh mengambil barang orang lain, meskipun bercanda.
5. Tidak boleh menakut-nakuti orang lain.
6. Tidak boleh menghabiskan waktu hanya untuk bercanda.
7. Tidak boleh berbicara atau melakukan hal-hal yang melanggar syariat, seperti: menyebutkan ciri-ciri wanita yang tidak halal baginya kepada orang lain, menipu, melaknat dll.
8. Hendaknya tidak memperbanyak canda hingga menjaditabiatmu, dan jatuhlahwibawamu dan akibatnya kamu dipermainkan oleh orang lain.
Dalam proses berdakwah, penggunaan humor adalah penting. Humor menjadi cara terbaik untuk mengambil perhatian mad’u.Terlebih dengan model komunikasi satu arah yang selama ini masih banyak dilakukan oleh para dai. Aang Ridwan mengatakan bahwa waktu efektif yang tersedia bagi seseorang untuk menerima pesan secara monolog dari orang lain adalah 10 menit. Lebih dari itu mad’u akan bertarung dengan persoalan pribadinya, seperti; ngantuk, melamun, mengingat-ingat pekerjaan, dan sebagainya. Maka pada kondisi ini dibutuhkan alat penyambung konsentrasi mad’u yang diantaranya adalah humor.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan humor dalam dakwah diperbolehkan karena dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan secara fisik, psikologis, maupun sosial antara dai dan mad’u. Namun terdapat beberapa aturan yang harus dipahamai oleh dai dalam menyelipkan humor dalam dakwahnya. Dai perlu memperhatikan standar humor dari dua segi yakni etis dan estetis. Dalam segi estis, hendaknya dai tidak menggunakan jenis humor rasis dan pornografi seperti yang berisi hinaan, penodaan, pemberian citra negatif terhadap seseorang, atau membawa mad’u kearah humor yang mengeksploitasi sensasional badaniyah melalui pembicaraan jorok dan porno. Sedangkan untuk standar estetis, selain dai harus memperhatikan kriteria rekreatif, inovatif, dan aplikatif, hendaknya dai lebih memperhatikan kriteria proporsional yaitu humor yang disisipkan harus seimbang. Sebagai sisipan, tentunya ia tidak boleh melebihi esensi pesan dakwah lain yang bersifat primer.Di samping dua hal di atas, dai hendaknya juga memperhatikan kaidah berhumor yang telah disampaikan nabi, seperti tidak boleh menjadikan simbol-simbol Islam sebagai gurauan, memunculkan unsur ghibah atau bercanda dengan cara menyerupai lawan jenis baik sifat atau perilakunya.
Oleh : Nabila Sophiana
Tidak ada komentar
Posting Komentar